Minggu, 26 April 2009

Gaya Hidup Bersih Mulailah dari Rumah

Gaya Hidup Bersih
Mulailah dari Rumah
BERSIH pangkal sehat. Semboyan itu kita kenal sejak duduk di taman kanak-kanak. Mungkin kita masih ingat, betapa ibu/bapak guru berkali-kali mengingatkan pesan itu. Buanglah sampah pada tempatnya, juga merupakan kata-kata normatif dan idealis yang sering mereka lontarkan untuk mendoktrin kita supaya bergaya hidup bersih. Dan betapa kita selalu mengikuti ucapan mereka itu.
Akan tetapi, seberapa banyak dari kita yang kemudian mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, mungkin hanya 50 persennya. Sebab sekolah sebagai lembaga formal pendidikan, harus senantiasa didukung oleh pendidikan sejak dari rumah (keluarga sebagai institusi terkecil).
Ket Gambar : PEMILAHAN sampah sejak dari rumah tangga akan memudahkan petugas untuk mengolahanya jika sistem pengolahan sampah telah berjalan dengan baik. Pengolahan sampah memang harus dimulai dari rumah tangga, karena masalah persampahan di kota-kota besar, termasuk Bandung saat ini disebabkan terbatasnya lahan TPA sampah dan juga kurangnya transportasi pengangkut sampah.*DUDI SUGANDI/"PR"
Kebersihan yang diajarkan sejak usia dini di sekolah, harus didukung oleh peran orang tua di rumah agar mereka selalu mengingat dan menjadi terbiasa dengan gaya hidup yang bersih dan sehat.
Coba kita lihat kondisi saat ini, ketika bersih tidak lagi menjadi kewajiban yang harus dipenuhi dalam rumah, yang mendapat dampak terbesar adalah anak karena mereka rentan akan penyakit dan faktor negatif eksternal lainnya.
Seperti diberitakan "PR", Senin (12/6), wabah muntaber menyerang warga yang umumnya bayi di bawah usia dua tahun, yang tinggal di dua kecamatan yaitu Kecamatan Purwakarta dan Bungursari. Hingga Minggu (11/6) tercatat 10 bayi di bawah usia 2 tahun, dirawat di RSUD Bayu Asih Purwakarta.
Atas kasus ini, Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat, Dr. Yudhi Prayudha menyebutkan, diare, muntaber, ataupun kolera, merupakan penyakit yang disebabkan virus, bakteri ataupun parasit yang timbul akibat tidak diterapkannya gaya hidup sehat ataupun gaya hidup bersih yang dimulai dari rumah.
Apa saja, sih, yang harus diperhatikan kebersihannya dalam rumah? Yang pertama, tentu saja lingkungan di dalam dan sekitar rumah. Selain itu tak kalah penting adalah pengolahan limbah sampah rumah tangga yang benar serta pengolahan sanitasi air, sehingga limbah rumah tangga bisa terolah dengan baik.
Dalam acara Diseminasi Hasil Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Permukiman di Pusat Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Permukiman dan Prasarana Wilayah (Kimpraswil) di Cileunyi-Bandung beberapa waktu lalu, diperkenalkan beberapa teknologi ramah lingkungan dan sesuai dengan kebutuhan hidup masa kini.
"Kami selalu berusaha menghasilkan teknologi permukiman yang inovatif, aplikatif, kompetitif dan bermanfaat bagi masyarakat luas, termasuk produk-produk teknologi pendukung kebersihan dan kesehatan di lingkungan rumah," tutur Kepala Puslitbang Permukiman, Ir. Nana Terangna Ginting, Dipl.EST.
Beberapa produk teknologi tersebut antara lain komposter rumah tangga (KRT), kolam sanitasi taman (Sanita), dan ekoteknologi di selokan terbuka perumahan sebagai pengolah limbah rumah tangga grey water (nonkakus).
Pengolahan sampah memang harus dimulai dari rumah tangga, karena masalah persampahan di kota-kota besar, termasuk Bandung saat ini disebabkan terbatasnya lahan untuk tempat pengelolaan akhir (TPA) sampah dan juga kurangnya transportasi pengangkut sampah.
Oleh karena itu, KRT yang ditawarkan oleh Balitbang Permukiman ini, bisa menjadi salah satu solusinya. Pada dasarnya, teknologi KRT sudah diperkenalkan sejak tahun 90-an dan telah diterapkan di beberapa kota di Indonesia.
Hanya, gaung sosialisasinya kurang berhasil terdengar ke seluruh lapisan masyarakat, sehingga meledaknya kasus sampah saat ini bisa menjadi parameter ketidakberhasilan sosialisasi tersebut.
Padahal, cara membuat dan mengoperasikannya juga sangat mudah. Alat-alat untuk membuatnya juga murah dan mudah didapat, yaitu tong sampah yang terbuat dari plastik ukuran 100 liter, dan pipa PVC panjang 60 cm empat buah beserta tutup pipa PVC sesuai diameter pipa. yang dibolongi. KRT ini mampu mengolah sampah organik dapur 45 persen sampai 53 persen dari sampah rumah tangga.
Untuk membuat komposter tersebut, tong plastik dilubangi di sekelilingnya sebanyak empat buah lubang dengan diameter disesuaikan dengan diameter pipa PVC. Posisi lubang sekira 15 cm dari bagian atas tong.
Lubangi tong secara beraturan dengan diameter kurang lebih 1 cm dimulai dari posisi lubang untuk pipa hingga 10 cm di atas dasar tong. Pipanya juga dilubangi mendatar diameternya juga 1 cm, kemudian salah satu ujung ditutup dengan tutup pipa PVC.
Setelah tong dan pipa dilubangi kemudian pasangkan keempat pipa tersebut pada lubang yang telah dibuat sesuai ukuran pipa. Alat ini ditanamkan pada tanah, hingga hanya bagian atasnya yang terlihat untuk bisa membuang sampah.
Prinsip kerjanya sangat mudah. Pisahkan sampah organik dan non organik. Lalu buang sampah organik ke dalam komposter, kemudian ditutup. Lakukan sampai komposter penuh. Setelah penuh, tutup rapat-rapat kemudian biarkan selama empat hingga enam bulan, jangan pernah buka, sehingga penguraian bisa terjadi secara sempurna.
Mudah, kan?
Nah, sekarang untuk air limbah rumah tangga yang menurut agenda Indonesia 21 merupakan sumber utama pencemaran badan air mencapai 5.075 persen.
Dengan kondisi ini menyebabkan tidak tercapainya siklus alamiah. Dan tingginya kejadian wabah diare, muntaber, disentri dan kolera adalah juga disebabkan oleh sanitasi yang buruk. Oleh karena itu, perlu dicari alternatif penyelesaian yang mempertimbangkan aspek ekologi, salah satunya dengan sistem sanitasi taman (sanita).
Sanita ini diartikan sebagai sistem sanitasi berkelanjutan dan ekonomis memenuhi faktor ekologis sebagai pengunaan kembali tinja manusia dan urine yang telah tersanitasi dikembalikan ke tanah sebagai pupuk organik/nutrien (closed-loop system) yang berarti menjaga siklus ekologi dalam proses sanitasi.
Tujuannya adalah mengendalikan limbah cair rumah tangga agar tidak mencemari badan air atau lingkungan serta memperbaiki kualitas air tanah, air permukaan, dan kesuburan tanah melalui alternatif pengolahan sistem ekosan.
Kolam sanita ini, digunakan di lingkungan perumahan. Artinya, air limbah rumah tangga dari tiap rumah dialirkan ke kolam tersebut. Sistem pengelolaannya melibatkan seluruh masyarakat. Oleh karena itu, perlu kesadaran dari tiap anggota masyarakat untuk membuat dan mengelola kolam tersebut.
Kolam sanita terdiri dari pipa inlet, pipa outlet, kerikil, tanaman air minimal 11 macam dalam satu kolam, dan tentu saja, sumber air limbah rumah tangga. Kolam ini mampu mereduksi faecal coliform bakteri hingga 98 persen, dan total nitrogen phospat hingga 6.575 persen, sehingga mampu meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.
Dan untuk air limbah rumah tangga nonkakus (grey water) seperti buangan dari kamar mandi, dapur yang mengandung sisa makanan, dari tempat cuci yang dihasilkan setiap saat. Hampir di sebagian besar kompleks perumahan, grey water dibuang langsung ke selokan tanpa diolah terlebih dahulu.
Dekomposisi grey water, menimbulkan bau tak sedap ke lingkungan dan bisa mencemari tanah. Salah satu alternatif mengatasi grey water yaitu dengan menanami selokan depan rumah dengan aneka jenis tanaman hias air yang dapat menyerap zat pencemar. Tentu saja dengan adanya tanaman di sekitar selokan akan menambah nilai estetika rumah kita.
Tanaman-tanaman yang bisa digunakan antara lain, Jaringao, Pontederia Cordata (Bunga Ungu), Lidi Air, Futoy Ruas, Typha Angustifolia (Bunga Coklat), Melati Air, dan Lili Air.
Cara membuatnya, bersihkan selokan grey water depan rumah, siapkan kantung kasa nilon yang disesuaikan dengan lebar selokan sebagai dudukan dan kemudahan ganti posisi letak tanaman. Isikan tanaman dalam kantung kasa nilon, lalu masukkan dalam selokan. Selain bersih dan sehat, rumah pun menjadi indah dan sedap dipandang. (Feby Syarifah/"PR")

Tidak ada komentar: